Sabtu, 20 Januari 2018

ASUHAN KEPERAWATAN HEMOROID

      KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan kita kesehatan, sehingga kelompok kita bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini kita buat berdasarkan kebutuhan seorang perawat dan perawat merawat kliennya yang berdasarkan teori / keperawatan Hemoroid.
Makalah  ini bnyak sekali terdapat kekurangan ,hal ini bukan suatu kesengajaan ,  melainkan keterbatasan ilmu pengetahuan dan kemampuan  yang di miliki penulis ,semoga makalah ini dapat di jadikan manfaat dan juga dapat menambah ilmu serta wawasan kita semua.
            Semoga makalah  ini kita susun berguna dan bermanfaat bagi yang membacanya, terutama bagi para perawat. Kritik dan saran sangat kami harapkan, karena sebagai  manusia biasa tidak pernah luput dari salah dan dosa.







Kepanjen, 21 Januari 2018

                      
                                  penyusun










DAFTAR ISI

Kata pengantar……………………………………………………….                       1
Daftar isi……………………………………………………………….                     2

BAB I
Pendahuluan……………………………………………………………                  ``3
      1.1 Latar belakang…………………………………………….  …..                   3
      1.2 Rumusan Masalah…………………………………………                       3
      1.3Tujuan…………………………………………………………                      4

BAB II
Pembahasan…………………………………………………………..                      5
            2.1       Konsep dasar medis………………………………………..              5
2.2       Konsep dasar keperawatan keperawatan…………………                12
            2.2.1 Demografi…………………………………………                  12
            2.2.2 Kulture……………………………………………                   13
            2.2.3 Pengkajian………………………………………..                    13
            2.2.4 Diagnosa keperawatan…………………………..                     15
            2.2.5 Rencana asuhan keperawatan…………………..                      16
            2.2.6 Evaluasi………………………………………….                     20

BAB III
Penutup………………………………………………………………..                     21
Kesimpulan…………………………………………………………….                    21
Saran…………………………………………………………………..                     21
Daftar pustaka…….. …………………………………………………                     22






                                                                           BAB I
PENDAHULUAN
  


1.1       Latar Belakang
Hemoroid adalah masa vaskular yang menonjol kedalam lumen rektum bagian bawah atau area perianal. Hemoroid terjadi jika tekanan intra abdominal meningkat dan menyebabkan pembengkakan jaringan vaskular yang melapisi kanal anal. Pelepasan pembuluh – pembuluh darah dari sekitar jaringan ikat terjadi bersama protrusi  atau prolaps kedalam anal. Hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50 an.
Faktor risiko terjadinya hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan intra abdomen, karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang makanmakanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi. Berdasarkan letaknya hemoroid dibagi menjadi 3 bagian yaitu hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut atau kronik. Bentuk berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus pada pinggir anus  dan sebenarnya merupakan hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis  eksterna akut. Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.  Hemoroid eksterna kronik atau skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah. Sedangkan hemoroid interna dapat prolaps saat mengedan dan kemudian terperangkap akibat tekanan sfingter anus sehingga terjadi pembesaran mendadak yang edematosa, hemoragik, dan sangat nyeri.

1.2       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep dasar medis hemoroid ?
2.      Bagaimana konsep dasar keperawatan fokus ?

1.3       Tujuan
1.      Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar medis hemoroid
2.      Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar keperawatan fokus




BAB II
PEMBAHASAN



2.1       Konsep Dasar Medis
A.      Definisi
Hemoroid adalah masa vaskular yang menonjol kedalam lumen rektum bagian bawah atau area perianal. Hemoroid terjadi jika tekanan intra abdominal meningkat dan menyebabkan pembengkakan jaringan vaskular yang melapisi kanal anal. Pelepasan pembuluh – pembuluh darah dari sekitar jaringan ikat terjadi bersama protrusi  atau prolaps kedalam anal. Hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50 an. (Sandra M. Nettina, 2002 dan Robbins, 2007)
B.       Etiologi
Faktor risiko terjadinya hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan intra abdomen, karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang makanmakanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi.
Faktor penyebab hemoroid dapat terjadi karena kebiasaan buang air besar tidak tentu dan setiap kali berak mengedan terlalu keras, terlalu lama duduk sepanjang tahun, infeksi, kehamilan dapat merupakan faktor-faktor penyebab
hemoroid.
Faktor predisposisi terjadinya hemoroid adalah herediter, anatomi, makanan, pekerjaan, psikis, dan senilitas. Sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intraabdominal), fisiologis dan radang.Umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan.
°         Klasifikasi dan derajat hemoroid
Berdasarkan letaknya hemoroid dibagi menjadi 3 bagian yaitu hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut atau kronik. Bentuk berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus pada pinggir anus  dan sebenarnya merupakan hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis  eksterna akut. Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung syaraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.  Hemoroid eksterna kronik atau skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah. Sedangkan hemoroid interna dapat prolaps saat mengedan dan kemudian terperangkap akibat tekanan sfingter anus sehingga terjadi pembesaran mendadak yang edematosa, hemoragik, dan sangat nyeri. Kedua klasifikasi hemoroid tersebut memiliki pembuluh darah yang melebar, berdinding tipis, dan mudah berdarah, kadang-kadang menutupi perdarahan dari lesi proksimal yang lebih serius. Derajat hemoroid interna dibagi berdasarkan gamabaran klinis, yaitu:
1.      Derajat 1 :
Pembesaran hemoroid yang tidak prolapas keluar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
2.      Derajat 2 :
Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri kedalam anus secara spontan.
3.      Derajat 3 :
Pembesaran hemoroid yang prolapas dapat masuk lagi kedalam anus dengan bantuan doringan jari.
4.      Derajat 4 :
Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami thrombosis dan infrak.


C.      Patofisiologi
 





















D.     Manifestasi klinis
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada hubungannya dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid intern dan hanya timbul pada hemoroid ekstern yang mengalami thrombosis. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid intern akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya zat asam. Perdarahan luas dan intensif di pleksus hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakan “darah arteri”. Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awalnya penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005) .
Pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi. Pada tahap lanjut, akhirnya sampai pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan. Kotoran di pakaian dalam menjadi tanda hemoroid yang mengalami prolaps permanen. Kulit di daerah perianal akan mengalami iritasi. Nyeri akan terjadi bila timbul trombosis luas dengan edema dan peradangan. Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yang membutuhkan tekanan intraabdominal tinggi (mengejan), juga sering pasien harus duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri yang merupakan gejala radang (Mansjoer, 2008).
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi, apalagi bila telah terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat pada satu atau beberapa kuadran. Selanjutnya secara sistematik dilakukan pemeriksaan dalam rectal secara digital dan dengan anoskopi. Pada pemeriksaan rektal secara digital mungkin tidak ditemukan apa-apa bila masih dalam stadium awal. Pemeriksaan anoskopi dilakukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak mengalami penonjolan. Pada pemeriksaan kita tidak boleh mengabaikan pemeriksaan umum karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal (Mansjoer, 2008).
  1. Pemeriksaan  Penunjang
Menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2005), pemeriksaan penunjang pada penderita hemoroid yaitu :
1)        Colok dubur, apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan epitel penutup bagian yang menonjol ke luar ini mengeluarkan mucus yang dapat dilihat apabila penderita diminta mengedan. Pada pemeriksaan colok dubur hemoroid intern tidak dapat diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi, dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.
2)        Anoskop, diperlukan untuk melihat hemoroid intern yang tidak menonjol ke luar. Anoskop dimasukkan dan di putar untuk mengamati keempat kuadran. Hemoroid intern terlihat sebagai stuktur vascular yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
3)        Proktosigmoidoskopi, perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan ditingkat yang lebih tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
  1. Penatalakasanaan Medis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Sudoyo (2006) dan Mansjoer (2008), penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis, farmakologis, dan tindakan minimal invasive. Penatalaksanaan medis hemoroid ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai dengan III atau semua derajat hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau pasien menolak operasi. Sedangkan penatalaksanaan bedah ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna, atau semua derajat hemoroid yang tidak respon terhadap pengobatan medis.
1)      Penatalaksanaan Medis Non Farmakologis
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaiki pola/ cara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang selalu harus ada dalam setiap bentuk dan derajat hemoroid. Perbaikan defekasi disebut bowel management program (BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku buang air. Pada posisi jongkok ternyata sudut anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah sehingga hanya diperlukan usaha yang lebih ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau keluar rektum. Posisi jongkok ini tidak diperlukan mengedan lebih banyak karena mengedan dan konstipasi akan meningkatkan tekanan vena hemoroid (Sudoyo, 2006)
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan hygiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satu-satunya tindakan yang diperlukan (Smeltzer dan Bare, 2002)
2)      Penatalaksanaan medis farmakologis
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu pertama : memperbaiki defekasi, kedua : meredakan keluhan subyektif, ketiga : menghentikan perdarahan, dan keempat : menekan atau mencegah timbulnya keluhan dan gejala.
·         Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam BMP yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stoolsoftener). Suplemen serat komersial yang banyak dipakai antara lain psyllium atau isphagula Husk (misal Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain Natrium dioktil sulfosuksinat ( Laxadine ), Dulcolax, Microlac dll. Natrium dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant, merangsang sekresi mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja. Dosis 300 mg/hari (Sudoyo, 2006).
·         Obat simtomatik : bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau karena kerusakan kulit di daerah anus. Obat pengurang keluhan seringkali dicampur pelumas (lubricant), vasokonstriktor, dan antiseptic lemah. Sediaan penenang keluhan yang ada di pasar dalam bentuk ointment atau suppositoria antara lain Anusol, Boraginol N/S, dan Faktu. Bila perlu dapat digunakan kortikosteroid untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus antara lain Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct. Sediaan bentuk suppositoria digunakan untuk hemoroid interna, sedangkan sediaan ointment/krem digunakan untuk hemoroid eksterna (Sudoyo, 2006).
·         Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Yang digunakan untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin (90%) dan hesperidin (10%) dalam bentuk Micronized, dengan nama dagang “ Ardium ” atau “ Datlon ”. Psyllium, Citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah (Sudoyo, 2006).
·         Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid : pengobatan dengan Ardium 500 mg menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala yang lebih cepat pada hemoroid akut bila dibandingkan plasebo. Pemberian Micronized flavonoid ( Diosmin dan Hesperidin ) (Ardium) 2 tablet per hari selama 8 minggu pada pasien hemoroid kronik. Penelitian ini didapatkan hasil penurunan derajat hemoroid pada akhir pengobatan dibanding sebelum pengobatan secara bermakna. Perdarahan juga makin berkurang pada akhir pengobatan dibanding awal pengobatan (Sudoyo, 2006).
3)      Penatalaksanaan Minimal Invasive
Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non farmakologis, farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antara lain tindakan skleroterapi hemoroid, ligasi hemoroid, pengobatan hemoroid dengan terapi laser (Sudoyo, 2006).
Tindakan bedah konservatif hemoroid internal adalah prosedur ligasi pita-karet. Hemoroid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal diatas garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas hemoroid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari dan lepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat pada otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan bagi beberapa pasien, namun pasien lain merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemoroid sekunder dan infeksi perianal. Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat hemoroid dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu selama timbul nekrosis. Meskipun hal ini relative kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuhnya. Laser Nd:YAG telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid, terutama hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat dan kurangmenimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi pada periode pasca operatif (Smeltzer dan Bare, 2002)
4)      Penatalaksanaan bedah
Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah. Penempatan Gelfoan atau kassa oxygel dapat diberikan diatas luka anal (Smeltzer dan Bare, 2002).
Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan mengupas seluruh hemoroidales interna, membebaskan mukosa dari submukosa, dan melakukan reseksi. Lalu usahakan kontinuitas mukosa kembali. Sedang pada teknik operasi Langenbeck, vena-vena hemoroidales interna dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur dibawah klem dengan chromic gut no. 2/0, eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur dibawah klem diikat (Mansjoer, 2008).

2.2       Konsep Dasar Keperawatan
2.2.1 Demografi
Hemoroid sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35% penduduk yang berusia lebih dari 25 tahun. Laki-laki maupun perempuan bisa mengalami hemoroid. Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat, mengejan pada saat defekasi, pola makan yang salah bisa mengakibatkan feses menjadi keras dan terjadinya hemoroid, kehamilan.

      2.2.2 Kultur
Defekasi, pola makan yang salah dapat mengakibatkan fases menjadi keras dan terjadinya hemoroid, kehamilan.

2.2.3 Pengkajian
a.      Data Demografi
Di dalam data demografi terdapat identitas pasien dan identitas penaggung jawab terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b.      Riwayat kesehatan
1.      Keluhan utama :
Perdarahan terus menerus saat BAB. Ada benjolan pada anus atau nyeri pada saat defekasi.
2.      Riwayat kesehatan sekarang :
Riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan utama pada klien. Biasanya klien yang mengalami hemoroid, didapatkan mengeluh terasa adanya tonjolan pada anus, terkadang merasa nyeri dan gatal pada daerah anus. Selain itu, terkadang klien datang ke rumah sakit dengan keluhan adanya perdarahan dari anus saat buang air besar (BAB) yang menyebabkan klien menjadi anemia.
3.      Riwayat kesehatan terdahulu :
Apakah klien pernah mengalami hemoroid sebelumnyaApakah klien mempunyai alergi terhadap suatu obat, lingkungan, binatang atau terhadap cuaca. Klien juga ditanyakan apakah pernah menggunakan obat terutama untuk pengobatan hemoroid sebelumnya.
4.      Riwayat kesehatan keluarga :
Adakah riwayat hemoroid dalam keluarga.
c.       Pola fungsi kesehatan
1.        Pola nutrisi dan cairan
Klien yang mengalami hemoroid mempunyai kebiasaan makan yang kurang serat dan jarang minum sehingga terjadi konstipasi.
2.        Pola eliminasi
Klien yang mengalami hemoroid biasanya akan mengeluarkan darah berwarna merah terang. Dan keenggaanan untuk Bab sehingga terjadi konstipasi.
3.        Pola istirahat tidur
Klien yang mengalami hemoroid, pola istirahat tidurnya akan terganggu hal ini berkaitan dengan rasa nyeri pada daerah anus
d.      Pemeriksaan fisik
1.      Inspeksi : Perhatikan tonjolan pada daerah anus klien, perhatikan adakah perdarahan dari daerah anus. Selain menginspeksi hemoroid pada klien, sebagai seorang perawat juga harus memperhatikan komplikasi yang terjadi, seperti terjadinya anemia yang dapat dilihat dengan konjungtiva anemis, capillary refill>3 detik, kulit klien pucat.
2.      Palpasi : Palpasi area anal, adakah keluhan nyeri pada klien
e.      Pemeriksaan Diagnostik
1.      Contoh feses (pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama kemajuan   penyakit) : terutama yang mengandung mukosa, darah, pus, dan organisme usus, khususnya entamoba histolitika.
2.      Darah lengkap : dapat menunjukkan anemia hiperkronik
3.      Kadar besi serum : rendah karena kehilangan darah.
4.      Masa protombin : memanjan pada kasus yang berat karena gangguan faktor VII dan X disebabkan karena kekurangan vitamin K.
5.      Prostagsimoidoskopi : memperlihatkan ulkus, edema, hiperemia, dan inflamasi (akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa). Area yang menurun fungsinya dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus terjadi pada 85% bagian pada pasien ini.
6.      Elektrolit : penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat.
7.      Kadar albumin : penurunan karena kehilangan protein plasma/ gangguan fungsi hati.
8.      Alkali fosfatase : meningkat, juga dengan kolesterol serum dan hipoproteinemia, menunjukkan gangguan fungsi hati.
9.      Trombositosis : dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi.
10.  Sitologi dan biopsi rektal : membedakan antara proses infeksi dan karsinoma.
11.  Enema barium : dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dapat dilakukan meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat membuat kondisi eksorsibasi.
12.  Kolonoskopi : mengidentifikasi adesi, perubahan lumen dinding.
13.  ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) atau LED (Laju Endap Darah ) : meningkat karena beratnya penyakit.
14.  Sumsum tulang : menurun secara umum pada tipe berat/ setelah inflamasi panjang.

2.2.4 Diagnosa Keperawatan
1.    Nyeri akut b.d iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area rektal atau anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pasca operatif
2.    Intoleransi aktifitas
3.    Gangguan rasa nyaman
4.    Resiko infeksi
5.    Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi ansietas b.d rencana pembedahan dan rasa malu

2.2.5  Rencana Asuhan Keperawatan
1.      Nyeri akut b.d iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area rektal atau anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pasca operatif
Plain Management
a.    Lakukan penyajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor resipitasi
b.    Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
c.    Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
d.    Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
e.    Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
f.     Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidak efektifan control nyeri masa lampau
g.    Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
h.    Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangnan, pencahayaan dan kebisingan
i.      Kurangi factor presipitasi nyeri
j.      Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan interpersonal)
k.    Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
l.      Ajarakan tentang teknik non-farmakologi
m. Berikan analgesic untuk mengurangi nyeri
n.    Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
o.    Tingkatkan istirahat
p.    Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
q.    Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri
2.      Intoleransi aktifitas
Aktiviti medis
a.   Kolaborasi dengan tenaga kolaborasi medic dalam merencanakan program terapi yang tepat
b.   Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
c.    Bantu untuk memilih aktifitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
d.   Bantuk untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber dan diperlukan untuk memerlukan aktivitas yang diinginkan
e.   Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
f.     Bantu untuk mengidentifikasi aktifitas yang disukai bantuk klien untuk membuat jadwal latian diwaktu luang
g.   Bantu pasien atau keluarga untuk mnegidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas
h.   Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktifitas
i.     Bantu pasien pasien untuk mengembangkan motivasi dan pengetahuan
j.     Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
3.      Gangguan rasa nyaman
Plain Management
a.      Gunakan pendekatan yang menenangkan
b.      Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
c.       Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
d.      Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress
e.      Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
f.        Dorong keluarga untuk menemani anak
g.      Lakukan back/neck rub
h.      Identifikasi tingkat kecemasan
i.        Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
j.        Dorong pasien untuk mnegungkapkan perasaan, ketrampilan, presepsi
k.       Intruksi pasien menggunakan teknik relaksasi
l.        Berikan obat untuk mnegurangi kecemasan
4.       Resiko Infeksi
Plain Management
a.      Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
b.      Pertahankan teknik isolasi
c.       Batasi pengunjung bila perlu
d.      Instruksikan pada pengunjung untuk mencucui tangan saat berkunjung  dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
e.      Gunakan sabun antimikrobakteria untuk cuci tangan
f.        Cuci tangan sebelum dan melakukan tindakan keperawatan
g.      Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
h.      Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
i.        Ganti letak IV prifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
j.        Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
k.       Tingkatkan intake nutrisi
l.        Berikn terpai antibiotic bila perlu infection protection (proteksi terhadap infeksi)
m.    Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
n.      Monitor hitung granulosit, WBC
o.      Monitor kerentananan terhadap infeksi
p.      Batasi pengunjung
q.      Sering pengunjung terhadap penyakit menular
r.       Pertahankan teknik aspesis pada pasien beresiko
s.       Pertahankan teknik isolasi k/p
t.        Berikan perawatan kulit pada area epidema
u.      Inspeksi dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
v.       Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah
w.     Dorong masukan nutrisi yang cukup
x.       Dorong masukan cairan
y.       Dorong istirahat
z.       Instruksikan pasien untuk minum
5.  konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk devekasi akibat nyeri selama eliminasi
Plain Management
a.      Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
b.      Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
c.       Monitor tubor kulit
d.      Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
e.      Monitor mual dan muntah
f.        Monitor kadar albumin, total protein, hb, dan kadar ht
g.      Monitor pertumbuhan dan perkembangan
h.      Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
i.        Monitor kalori dan intake nutrisi
j.        Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah dan cavitas oral
k.       Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
6. ansietas b.d rencana pembedahan dan rasa malu
Plain Management
a.      Gunakan pendekatan yang menenangkan
b.      Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
c.       Jelakan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
d.      Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
e.      Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
f.        Dorong keluarga untuk menemani anak
g.      Lakukan back atau neck rub
h.      Dengarkan dengan penuh perhatian
i.        Identifikasi tingkat kecemasan
j.        Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
k.       Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
l.        Intruksikan pasien menggunakan relaksasi
m.    Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
2.2.6  Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1.      Mendapatkan pola eliminasi normal.
a.    Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan atau pada waktu tidur.
b.    Berespons terhadap dorongan untuk defekasi dan menyediakan waktu untuk duduk di toilet dan mencoba untuk defekasi.
c.    Menggunakan latihan relaksasi sesuai kebutuhan.
d.    Menambahkan makanan tinggi serat pada diet.
e.    Meningkatkan masukan cairan sampai 2 liter/24 jam.
f.     Melaporkan pasase feses lunak dan berbentuk.
g.    Melaporkan penurunan ketidaknyamanan pada abdomen.
2.      Ansietas berkurang.
3.      Nyeri teratasi atau berkurang.
a.    Mengubah posisi tubuh dan aktivitas untuk meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan.
b.    Menerapkan kompres hangat/dingin pada area rektal/anal.
c.    Melakukan rendam duduk empat kali sehari.
4.      Mentaati program terapeutik.
a.      Mempertahankan area perianal kering.
b.      Makan makanan pembentuk bulk.
c.       Mengalami feses lunak dan berbentuk secara teratur.
5.      Bebas dari masalah perdarahan.
a.    Insisi bersih.
b.    Menunjukkan tanda vital normal.
c.    Menunjukkan tidak ada tanda hemoragi.







BAB III
PENUTUP



3.1 Kesimpulan
Hemoroid adalah masa vaskular yang menonjol kedalam lumen rektum bagian bawah atau area perianal. Hemoroid terjadi jika tekanan intra abdominal meningkat dan menyebabkan pembengkakan jaringan vaskular yang melapisi kanal anal. Pelepasan pembuluh – pembuluh darah dari sekitar jaringan ikat terjadi bersama protrusi  atau prolaps kedalam anal. Hemoroid sangat umum terjadi pada usia 50 an. Faktor predisposisi terjadinya hemoroid adalah herediter, anatomi, makanan, pekerjaan, psikis, dan senilitas. Sedangkan sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intraabdominal), fisiologis dan radang.Umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan.

3.2 Saran
Sebagai calon perawat, kita harus mengetahui Pengertian, etiologi, tanda dan gejala,Patifisologi pada HEMOROID. Perawat harus tahu bagaimana membuat Asuhan KeperawatanSistem Pencernaan pada HEMOROID.





DAFTAR PUSTAKA



Sylvia Anderson, PRICE. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Sandra M, Nettina. 2002. Pendoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC

Suzanec C, Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brundarth. Jakarta: EGC

Sari Kumala dan Muttaqin Arif. 2011. Gangguan Gastroitestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Huda Amin Nurarif dan Kusuma Hardhi. 2015 . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis. Jogjakarta: MediAktion

Digilib.unimus.ac.id

jtptunimus-gdl-iisapriani-6698-2-babii.pdf